Sejumlah lembaga keuangan asing hingga OJK ramai mewanti-wanti akan adanya resesi ekonomi 2023 secara global di tahun mendatang. Bahkan tak kurang dari pemerintah Indonesia terus menghimbau masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman resesi tersebut.

Terlepas dari riuh rendahnya peringatan akan resesi ekonomi 2023, yang perlu selalu kita ingat adalah kita harus menyikapi hal ini secara bijak dan proporsional. Masalah apapun sangat bergantung pada bagaimana cara kita menyikapinya.

Seseorang yang optimis akan selalu jeli untuk dapat melihat adanya peluang dalam setiap tantangan yang dapat membalikkan keadaan sulit menjadi kesempatan untuk maju. Pun sebaliknya, bagi sang pesimistis, peluang sebesar apapun akan terasa sebagai suatu kesulitan yang harus dihadapinya untuk sukses.

Resesi Ekonomi 2023

Akan halnya ancaman resesi ekonomi 2023, sejatinya sejak awal 2020 pada saat pandemi covid-19 pertama kali diumumkan telah memasuki Indonesia, kita telah mengalami resesi selama 3 semester berturut-turut. Bila mengacu kepada definisi umum, resesi dapat dikatakan telah melanda suatu negara bila dalam kurun waktu 2 semester mengalami pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan. Hal ini telah terjadi di banyak negara termasuk Indonesia saat mengalami gelombang pandemi covid-19 lalu dimana pengeluaran negara membengkak dan lebih besar daripada pemasukan akibat kebutuhan dana untuk penanganan covid-19 seperti vaksin dan bantuan langsung tunai.

Maksudnya, Indonesia telah mengalami resesi sebagai dampak dari pandemi, sekalipun resesi 2023 nanti diprediksi memiliki ketidakpastian yang lebih tinggi, sehingga diyakini kita akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghadapinya.

Resesi ekonomi sejatinya merupakan faktor makro yang berkaitan dengan ekonomi suatu negara. Hal ini tidak terkait secara langsung terhadap faktor mikro seperti usaha maupun investasi pribadi.

Apa Yang Harus Diperhatikan

Namun demikian, demi kewaspadaan diri, ada 3 hal utama yang harus diperhatikan saat menghadapi gelombang resesi ekonomi 2023, demi kelanggengan usaha dan investasi yang kita lakukan.

Pertama – saat resesi melanda, perlu diingat bahwa kegiatan investasi juga marketing harus tetap berjalan secara proporsional dan terukur. Kegiatan ini jangan sampai terhenti apalagi ‘tiarap’. Harapannya, saat ‘badai’ resesi berakhir, kita akan dapat menuai hasil dari benih yang telah ditanam sebelumnya. Hal inipun akan membuat kita pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat saat resesi berakhir.

Kedua – cermati perubahan prilaku konsumen maupun perubahan pola investasi untuk kita pelajari dan terapkan bagi diri sendiri, baik di saat maupun pasca resesi nanti. Seseorang yang dapat beradaptasi dengan perubahan akan memiliki peluang sukses yang lebih besar karena mengikuti perkembangan dan dapat mengikuti arus perubahan untuk dapat menjadi ‘survivor’.

Ketiga – resesi akan membuat orang semakin selektif dan mempertimbangan ‘value for money’. Hal ini dapat dipahami karena adanya sikap kehati-hatian dalam pengeluaran. Tentunya keadaan ini harus disikapi secara tepat yaitu memastikan produk yang kita tawarkan atau jenis investasi yang kita pilih memiliki ‘added value’ ekstra. Disinilah dibutuhkan kreatifitas dan inovasi yang lebih untuk dapat bersaing dengan kompetitor lain.

Sebagai salah satu jenis investasi pilihan, properti dapat dikatakan sebagai sesuatu yang kebal dari resesi karena akan selalu menjadi kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia modern. Populasi manusia terutama di perkotaan besar akan terus berkembang yang membuat ketersediaan lahan akan semakin terbatas dan langka. Disinilah akan timbul pemahaman bahwa investasi properti akan semakin dicari tak peduli pandemi ataupun resesi ekonomi 2023.

Resesi?
Tetaplah berinvestasi terutama di bidang properti!